
Menanggapi hal ini, Satanovsky mengatakan, “Kita bukan bagian dari wilayah tersebut. Kita adalah pihak luar dan selamanya akan tetap demikian. Rusia menjual senjata dan amunisi bagi mereka yang menginginkannya. Rusia akan bersedia berdialog dengan siapa saja yang mau melakukan dialog dari wilayah tersebut. Upaya melobi Turki, Arab Saudi, dan Qatar, memerangi ISIS, Al-Qaeda, Ikhwanul Muslimin, atau pasukan radikal lain ada dalam agenda Uni Eropa dan Amerika Serikat, tapi tidak ada dalam agenda Rusia. Kami tak butuh tragedi 9/11 di Rusia. Jika Amerika ingin melakukannya, biarkan mereka melakukannya.”
Menurut Satanovsky, Rusia akan selalu menjadi “pihak luar” di wilayah tersebut, sehingga Moskow memiliki ruang terbatas untuk bermanuver namun sekaligus menjadi “pihak luar” terbaik yang berkontribusi dalam wilayah tersebut.
Sulit menyangkal bahwa Moskow memang memiliki pengaruh di wilayah Timur Tengah secara lebih luas. Moskow masih bisa memanfaatkan warisan kerja sama masa lalu dengan negara-negara Timur Tengah dan memberi iming-iming perdagangan yang menguntungkan, ekspor hidrokarbon dan peralatan militer canggih, serta transfer teknologi seperti energi nuklir. Sementara Suriah tak akan menjadi tujuan utama yang dipilih oleh Rusia untuk berinvestasi dan ekspor komoditas.
Maka dari itu, akan lebih bijak bagi Moskow untuk menunggu Timur Tengah menjadi lebih stabil dan keluar dari pusaran konflik sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Sumber: RBTH.