Di tengah pergerakan ISIS terus memperluas wilayahnya di Timur Tengah, laporan Intelijen yang baru dirilis Departemen Pertahanan AS menunjukkan bahwa negara itu sepenuhnya menyadari konsekuensi berbahaya dari keterlibatannya dalam Perang Sipil Suriah. Dengan mempersenjatai pemberontak “moderat”, Washington tahu itu hal itu kemudian melahirkan kelompok teroris.
Pada Januari 2014, senjata secara diam-diam sudah mengalir dari Pentagon untuk kekuatan oposisi moderat Suriah selama berbulan-bulan. Alat yang dikirim termasuk senjata kecil dan roket anti-tank. Pasokan telah disetujui oleh Kongres AS tentu di balik pintu tertutup, alias sangat rahasia.
Keputusan ini diambil setelah anggota parlemen menyatakan keyakinannya bahwa stok senjata tidak dipindahkan ke kelompok garis keras. Kepastian ini diperbaharui pada bulan Februari tahun ini, ketika AS mulai pengiriman senjata tambahan untuk kekuatan moderat, termasuk truk pickup, mortir dan senjata ringan tambahan.
“Tujuannya agar membantu dan melengkapi program ini untuk membangun kemampuan para pejuang Suriah untuk membela rakyat Suriah,” kata Cmdr. Elissa Smith, juru bicara Pentagon dalam sebuah pernyataan.
Selama ini pemerintah AS mengaku tidak mengetahui bahwa pasokan senjata mereka akhirnya justru membantu ISIS , yang bangkit dari reruntuhan perang di Suriah dan Irak. Washington tidak punya cara untuk memprediksi bahwa ISIS akan dapat merebut cadangan senjata besar yang tersisa di Ramadi, Irak, di mana “Setengah lusin tank AS yang ditinggalkan, jumlah yang sama dari artileri, sejumlah besar kendaraan lapis baja, dan sekitar 100 kendaraan Humvee,” menurut juru bicara Pentagon Kolonel Steve Warren.
Namun menurut dokumen baru dari Badan Intelijen Departemen Pertahanan yang diperoleh melalui Judicial Watch, Amerika Serikat sebenarnya tahu semua bahwa mempersenjatai pemberontak moderat akan melahirkan kelompok garis keras. Tetapi Amerika tidak melihat cara lain untuk dapat merusak rezim Assad.
Sebagai permulaan, dokumen menunjukkan bahwa Pentagon sepenuhnya menyadari telah menempatkan al-Qaeda dalam oposisi Suriah. “AQI mendukung oposisi Suriah sejak awal, baik secara ideologis maupun melalui media,” bunyi laporan itu seperti dikutip Ria Novosti Kamis 28 Mei 2015.
Laporan ini kemudian menunjukkan bahwa Pentagon telah diberitahu tentang munculnya Negara Islam. “Sebuah kerajaan Salafi dinyatakan atau dideklarasikan di timur Suriah (Hasaka dan Der Zor), dan ini adalah kekuatan pendukung oposisi yang diinginkan, untuk mengisolasi rezim Suriah,” membaca laporan DIA, tertanggal Agustus 2012.
Dokumen juga menunjukkan perlindungan oposisi dalam kekacauan perbatasan Irak.
“Pasukan oposisi akan mencoba untuk menggunakan wilayah Irak sebagai tempat yang aman bagi pasukannya mengambil keuntungan dari simpati dari penduduk perbatasan Irak, sementara itu berusaha untuk merekrut pejuang dan melatih mereka di Irak” tulis laporan itu.
Dokumen-dokumen juga membuat menyebutkan kemungkinan kolusi antara berbagai kelompok teroris di wilayah tersebut. “ISIS juga bisa mendeklarasikan Negara Islam melalui serikat dengan organisasi teroris lainnya di Irak dan Suriah, yang akan menciptakan bahaya besar dalam hal menyatukan Irak dan perlindungan wilayahnya.”
Namun, meski sangat sadar dengan apa yang kemungkinan terjadi pemerintah Amerika Serikat tetap menjalankan rencana mempersenjatai yang disebut faksi moderat. Apakah ini adalah perjudian dari intelijen AS, atau menunjukkan solidaritas dengan sekutu yang telah sengaja didanai ISIS seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar? Sangat sulit untuk menjawabnya.