More

    MERUNUT KONFLIK MATARAM (4): DARI INTRIK MANGIR HINGGA RAJA KEMBAR

    on

    |

    views

    and

    comments

     

    Makam Kota Gede
    Makam Kota Gede

    Mataram tumbuh menjadi kerajaan yang sesungguhnya syarat dengan konflik. Bahkan pada awal-awal pendirian kerajaan. Ketika pardikan yang didirikan Pemanahan di Kota Gede makin maju, Kerajaan Pajang mulai khawatir kekuasaannya akan tertandingi. Apalagi Panembahan Senopati hampir tidak pernah pergi ke Pajang untuk menghadap Sultan Hadi Wijaya yang sudah mengangkatnya sebagai anak.

    Kecurigaan berakhir dengan koflik. Pajang mengirimkan pasukan untuk menyerang Mataram tetapi justru kalah. Dan akhirnya Mataram secara resmi menjadi kerajaan.

    Situs kraton Pleret
    Situs kraton Pleret

    Awal-awal berdirinya Mataram, Senopati juga sudah berkonflik dengan Ki Ageng Mangir. Salah satu tokoh yang telah lebih dulu menempati sebuah tanah perdikan di Bantul yang terletak di selatan Kota Gede. Karena merasa lebih dahulu ada di daerah itu Mangir yang jika dirunut sebenarnya turunan Brawijaya tidak mau mengakui Mataram. Bahkan dalam segala hal. Sampai-sampai ki Ageng Mangir tidak mau makan gudeg yang berbahan nangka muda karena makanan itu adalah khas mataram. Akhirnya dia membuat gudeg tandingan yang  sekarang dikenal dengan gudeg manggar yakni gudeg yang dibuat dari bunga kelapa.

    Panembahan Senopati mencari cara untuk menghabisi Mangir. Cara yang digunakan juga penuh tipu muslihat dengan mengirimkan putrinya yang bernama Pembayun untuk berpura-pura menjadi penari ledhek guna memikat Mangir. Mangir pun terpesona dan terpikat hingga mengajak Pembayun menikah. Tanpa dia sadari telah masuk jebakan.

    Baru setelah menikah Pembayun mengaku bahwa dia adalah putri Senopati. Musuh besar Mangir. Maka dia tidak berkutik, termasuk ketika harus menghadap Panembahan Senopati yang telah menjadi mertuanya. Dia pun menghadap dengan terlebih dahulu meninggalkan senjata. Ketika sungkem, saat itulah Panembahan Senopati memukulkan kepala Mangir ke watu gilang hingga meninggal. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman Kota Gede dengan sebagian tubuhnya ada di luar kompleks dan sebagian di dalam sebagai perlambang dia adalah musuh sekaligus saudara.

    Konflik terus menemani perjalanan Mataram. Setelah Senopati wafat, putranya Mas Jolang (1601-1613) naik tahta dan bergelar Sultan Anyakrawati. Dia berhasil menguasai Kertosono, Kediri, dan Mojoagung. Ia wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga kemudian dikenal dengan Pangeran Sedo Krapyak.

    Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645). Raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini kemudian lebih dikenal dengan nama Sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai masa keemasan. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung bercita-cita mempersatukan Jawa. Karena merasa sebagai penerus Kerajaan Demak, Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Namun, Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk merebut Banten. Namun dua kali serangan berakhir kegagalan.

    Sisa-sisa benteng Kraton Kartasura
    Sisa-sisa benteng Kraton Kartasura

    Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan oleh Amangkurat I (1645-1677). Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda. Pada masa pemerintahannya. Mataram diserang oleh Trunojaya dari Madura, tetapi dapat digagalkan karena dibantu Belanda. Tetapi Kraton Pleret yang dikenal sangat megah terbakar hingga kemudian pusat kerajaan dipindah ke Kartasura, dekat Solo.

    Amangkurat I kemudian digantikan oleh Amangkurat II (1677-1703). Pada masa pemerintahannya, wilayah Kerajaan Mataram makin menyempit karena diambil oleh Belanda. Setelah Amangkurat II, raja-raja yang memerintah Mataram sudah tidak lagi berkuasa penuh karena pengaruh Belanda yang sangat kuat.

    Hal inilah yang memunculkan pemberontakan Mangkubumi dan Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Samber Nyawa. Mangkubumi beroperasi di sisi barat hingga Purworejo, sementara Samber Nyawa bertempur di wilayah timur untuk melawan kraton. Meski antara Mangkubumi dan Samber Nyawa bekerja sendiri-sendiri.

    Kraton Kasultanan Ngayogyakarta
    Kraton Kasultanan Ngayogyakarta

    Dar pemberontakan inilah memunculkan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua. Mangkubumi mendapat wilayah di barat dan kemudian mendirikan Kasultanan Ngayogyakarta yang ada sampai sekarang ini. Dan Kesuhunan Surakarta yang berpusat di Surakarta dengan raja Susuhunan Pakubuwono III. Sedang Samber Nyawa kemudia mendirikan Mangku Negaran dan bergelar Mangku Negara I.

    Mangkubumi membangun kraton di sebuah lahan yang disebut pacetokan yang sekarang dikenal sebagai kraton Yogyakarta sekarang ini. Mangkubumi menjadi raja pertama dengan gelar Hamengku Buwono I dan terus berlanjut hingga saat ini menjadi Hamengku Buwono X.

    Dan sepertinya konflik Mataram belum berhenti. Di Solo perpecahan saat ini tidak bisa dihindarkan dengan sempat ada raja kembar. Dan apakah Kasultanan Ngayogyakarta juga sedang bergerak di arah yang sama? Kita tunggu saja (SELESAI)

    Share this
    Tags

    Must-read

    Sebagian Misi Kami Melawan Channel Maling Berhasil

    Sekitar 3 tahun Channel JejakTapak di Youtube ada. Misi pertama dari dibuatnya channel tersebut karena banyak naskah dari Jejaktapak.com dicuri oleh para channel militer...

    Rudal Israel dan Houhti Kejar-kejaran di Langit Tel Aviv

    https://www.youtube.com/watch?v=jkIJeT_aR5AKelompok Houthi Yaman secara mengejutkan melakukan serangan rudal balistik ke Israel. Serangan membuat ribuan warga Tel Aviv panic dan berlarian mencari tempat perlindungan. Serangan dilakukan...

    3 Gudang Senjata Besar Rusia Benar-Benar Berantakan

    Serangan drone Ukraina mengakibatkan tiga gudang penyimpanan amunisi Rusia benar-benar rusak parah. Jelas ini sebuah kerugian besar bagi Moskow. Serangan drone Ukraina menyasar dua gudang...

    Recent articles

    More like this