Site icon

MERUNUT KONFLIK MATARAM (2): PEMANAHAN-GIRING SATU GARIS, SATU GURU

sunan-kalijagaUntuk melacak siapa Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan, mari kita kembali di sekitar tahun 1478. Ketika Majapahit tak mampu lagi bertahan. Kerajaan yang pernah menguasai nusantara ini secara pelan namun pasti terus turun pengaruhnya sebelum kemudian dihancurkan oleh serangan Raden Patah dari Demak.

Raja Majapahit terakhir yakni Brawijaya V melarikan diri. Demikian juga keturunan raja. Mereka tersebar ke berbagai wilayah dengan tetap memegang keyakinan Majapahit akan bangkit lagi.

Dua dari putra Brawijaya yang menyingkir itu satu sampai di Gunungkidul yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Giring. Dia disebut putra Prabu Brawijaya IV, sedangkan ibunya bernama Retno Mundri. Kemudian Ki Ageng Giring memiliki penerus Ki Ageng Giring II, Ki Ageng Giring II, Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Giring IV. Jika bicara soal Mataram maka berarti menyangkut pada Ki Ageng Giring III yang dimakamkan di daerah Sodo, Paliyan Gunungkidul. Dialah yang nanti menjadi salah satu pihak yang melakukan perjanjian pendiri Mataram.

Sementara salah satu keturunan Raja Majapahit yang melarikan sampai di daerah Grobogan yakni Bondan Kejawan, putra Brawijaya. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela memiliki beberapa orang putri dan seorang putra bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pemanahan. Dan Pemanahan ini adalah ayah dari Sutawijaya, yang kemudian menjadi raja Mataram pertama yang disebut Panembahan Senapati.

Dari jalur keduanya tampak bahwa antara Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan dari keturunan Majapahit yang berarti keturunan Ken Arok.

Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring juga sama-sama murid dari Sunan Kalijaga. Tetapi kehidupan yang dijalani berbeda. Ki Ageng Giring memilih menjadi petani di Gunungkidul dengan terus berusaha mencari wahyu Kraton untuk membangkitkan lagi Majapahit.  Sementara Ki Ageng Pemanahan meniti karier sebagai prajurit hingga memegang jabatan sebagai panglima tertinggi di Pajang.

Pajang sendiri merupakan kelanjutan dari Demak. Setelah Sultan Trenggono mangkat, keadaan Demak penuh perebutan kekuasaan. Hingga kemudian pusat kekuasaan dipindah ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya yang merupakan putra mantu Trenggono. Semasa muda, dia dikenal sebagai Jaka Tingkir. Dia adalah putra dari Ki Kebo Kenanga atau yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Pengging.

Hadiwijaya menghadapi pemberontakan salah satunya oleh Arya Penangsang. Yang akhirnya bisa dikalahkan oleh Sutawijaya (sebelum menjadi Panembahan Senopati) dengan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi sebagai aktor utamanya. Sebagai hadiah, Ki Penjawi mendapat bumi pardikan di daerah Pati, sementara Ki Pemanahan mendapat alas mentaok atau yang yang dikenal menjadi daerah Jogja sekarang ini. Pemanahan sebenarnya sempat kecewa karena Penjawi mendapat daerah yang sudah maju sementara dia harus membuka hutan. Dan pembukaan hutan inilah yang menjadi cikal bakal Mataram.

Ki Ageng Pemanahan membuka hutan tersebut dan membuat rumah pertama di daerah Kota Gede. Tetapi pada awalnya ini hanyalah perdikan yang masih ada di bawah Pajang. Belum menjadi kerajaan.

Nah kurang lebih demikian asal usul Pemanahan dan Penjawi yang melakukan perjanjian dan kemudian dinyatakan telah selesai oleh Sultan HB X melalui Sabda Raja dan memunculkan kata Surya Mataram di gelarnya.

Lalu perjanjian keduanya apa? Dan kenapa perjanjian itu bisa muncul? Kenapa dianggap selesai? Kita bahas di tulisan selanjutnya

Exit mobile version