“Untuk Lyuba! Untuk Vera!”
Pilot perempuan menerbangkan pesawat lambat berukuran kecil, Po-2 yang dijuluki sebagai “puddle jumpers” atau “bookcases”. Sebelum perang, pesawat ini digunakan untuk melatih pilot. Kabin terbuka dengan penutup Plexiglas tak dapat melindungi kru dari peluru ataupun angin kencang. Tak ada radio komunikasi dalam pesawat ini dan kecepatannya hanya 120 kilometer perjam dengan ketinggian tiga kilometer. Satu-satunya senjata yang mereka miliki adalah senjata tangan. Mereka baru mendapat senjata mesin pada 1944.
Tak ada kompartemen bom dan bom digantungkan tepat di bawah perut pesawat. Po-2 tak dapat membawa banyak bom, namun bom mengenai target dengan sangat akurat. Para pemandu yang menjadi ko-pilot membawa bom yang lebih kecil di lutut mereka dan menjatuhkannya dengan tangan. Para perempuan tangguh ini terbang di malam hari dan melakukan lebih dari sepuluh penerbangan. Mereka akan mematikan mesin dan bom dijatuhkan dalam kesunyian. Pilot juga mengangkut kargo untuk para gerilyawan berupa obat, amunisi, perbekalan, dan surat.
Jerman menyebut Po-2 sebagai “Rus veneer” karena tubuh pesawat yang terbuat dari kayu yang telah dipernis. Tiap pesawat Jerman memiliki tanda khas berupa salib logam. Sementara, para pilot Rusia menghiasi bomnya dengan tulisan, “Untuk Tanah Air”. Setelah ada korban jatuh dalam resimen mereka, para pilot mulai menulis, “Untuk Lyuba!”, “Untuk Vera!”.