
Korea Utara (Korut) menegaskan tidak akan minta maaf atas tenggelamnya kapal perang Korea Selatan (Korsel) jenis korvet “Cheonan” pada 2010 dan meminta Seoul menghapuskan hukuman kepada Pyongyang akibat tudingan tersebut.
“Desakan meminta maaf dan mengungkapkan penyesalan sebagai syarat untuk membatalkan hukuman tidak akan pernah kami penuhi,” kata juru bicara departemen kebijakan NDC seperti diberitakan kantor berita Korut KCNA Selasa 24 Maret 2015.
Menjelang peringatan kelima tenggelamnya “Cheonan”, badan militer Korea Utara Komisi Pertahanan nasional (NDC) juga meminta Korsel segera mengakhiri embargo perdagangan, karena -menurut mereka- keputusan tersebut didasarkan atas cerita rekaan dan tidak masuk akal, yang mengaitkan Korut dengan tenggelamnya kapal itu.
Menurut juru bicara NDC itu, permintaan maaf sama dengan merendahkan harga diri Korut.
Beberapa politisi dan pemimpin bisnis Korsel berpengaruh juga telah meminta sanksi yang diberikan pada 24 Mei tersebut dibatalkan, namun pemerintahan Presiden Park Geun-Hye menolak kecuali ada permintaan maaf yang tulus.

Kapal “Cheonan” tenggelam pada 26 Maret di Laut Kuning, perbatasan Korea utara dan Selatan, dimana saat itu kapal korvet tersebut membawa 104 personel, dan menewaskan 46 orang.
Hasil penyelidikan oleh pihak Korsel yang melibatkan peneliti internasional menyimpulkan kapal tersebut tenggelam akibat tembakan torpedo kapal selam Korut.
Akibat kejadian itu, Korea Selatan menerapkan apa yang mereka sebut dengan “Langkah 24 Maret” kepada Korut, menandai dimulainya embargo perdagangan terhadap Pyongyang yang bertahan hingga saat ini.
Pada 2013, pemimpin sayap kiri Korsel Chung ji-Young sempat membuat dokumenter tentang tenggelamnya “Cheonan”, berjudul “Project Cheonan”.
Film tersebut kemudian membangkitkan debat panjang terkait penyebab kapal itu tenggelam, termasuk apakah “Cheonan” menghantam karam atau bertabrakan dengan kapal selam tidak dikenal.
Peristiwa “Cheonan” dan embargo perdagangan dari Korsel kemudia memicu meningkatnya ketegangan di perbatasan. Pada 2010, Korut dan Korsel terlibat baku tembak di pulau perbatasan, dan menewaskan empat orang termasuk dua warga sipil.