Pembuat kebijakan AS mengakui bahwa strategi persenjataan Iran sebagian besar memang bersifat defensif. Jika ada kecenderungan agresif sebagai upaya dalam menanggapi kebijakan AS di Timur Tengah dan Asia Tengah.
RAND Corporation lembaga nirlaba yang membantu meningkatkan kebijakan dan pengambilan keputusan AS melalui penelitian dan analisis menghasilkan sebuah laporan pada tahun 2009 untuk Angkatan Udara AS. Laporan itu diberi judul, “Berbahaya Tapi Tidak Mahakuasa: Menjelajahi Jangkauan dan Keterbatasan Kekuatan Iran di Timur Tengah,
Lembaga ini memeriksa struktur dan postur militer Iran, termasuk Korps Pengawal Revolusi Islam dan senjata yang digunakan saat ini dan masa depan. Semua itu disimpulkan sebagai upaya Iran untuk mengamankan perbatasannya dan kepentingan dengan melawan agresi eksternal.
”Strategi Iran sebagian besar defensif, tetapi dengan beberapa elemen ofensif. Strategi Iran melindungi rezim terhadap ancaman internal, menghalangi agresi, menjaga tanah air jika terjadi agresi, dan memperluas pengaruh ini sebagian besar yang defensif. Sementara beberapa kecenderungan agresif. Hal ini merupakan respon terhadap pernyataan kebijakan AS dan postur di wilayah tersebut, terutama karena serangan teroris 11 September 2001,” demikian bunyi laporan yang dikutip World Defense New Senin 16 Maret 2015 tersebut.
Kepemimpinan Iran sangat serius menghadapi ancaman invasi dari Amerika Serikat karena berkali-kali Amerika secara terbuka menyerang Iran dalam berbagai kesempatan. Amerika bahkan menyebut Iran sebagai poros kejahatan.
Laporan ini bertentangan dengan berbagai pemberitaan media Barat yang selalu menggambarkan Iran sebagai ancaman global untuk perdamaian dan stabilitas. Negara ini juga disebut bertekad menyerang AS dan sekutunya, terutama Israel, tidak ada alasan lain kecuali fanatisme dan kebencian ideologis.
Teater politik baru-baru ini sepertinya sejalan dengan laporan tersebut. Hubungan antara Amerika dan Israel merenggang saat AS mencoba untuk mengakomodasi Iran.
RAND Corporation memaparkan sejumlah fakta yang berkebalikan dengan anggapan selama ini. Diungkapkan Amerika berusaha mengepung Iran dengan destablisasi dan invansi literal. RAND mencatat bahwa konflik bukan tentang membela Israel atau menjaga keamanan nasional AS, tetapi sebaliknya, berpusat pada upaya Amerika untuk memproyeksikan kekuatan ke Timur Tengah dan upaya Iran untuk melawan hegemoni asing .
Pertanyaan tentang potensi ancaman Iran terkait senjata nuklir juga dibahas dalam laporan. Laporan ini secara terbuka mengakui bahwa Iran melihat senjata nuklir sebagai pencegahan psikologis, bukan untuk pertempuran perang.
”Ada pendapat Iran akan berusaha untuk menantang ortodoksi yang berlaku tentang cara penggunaan, sikap, dan penargetan senjata nuklir dan mereka percaya bahwa akuisisi bom nuklir akan menjadi penangkal psikologis. Pernyataan pers, tulisan di jurnal militer, dan sejenisnya menunjukkan bagaimana Teheran menganggap senjata nuklir sebagai aset psikologis yang kuat.”
Tidak ditemukan dalam laporan RAND bahwa Iran berusaha untuk melepas senjata nuklir ke aktor non-negara. Bahkan, kepemilikan dan kontrol dari senjata nuklir potensial akan jatuh di bawah Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) yang saat ini menguasai stok bahan kimia dan biologi.