Mega-kompetisi untuk membangun jet tempur Korea Selatan dan Indonesia yang dijuluki KF-X, dimulai pada 9 Februari 2015. Tapi penawaran putaran pertama di proyek pertahanan terbesar yang pernah ada di Korea itu gagal karena jumlah yang tidak mencukupi peserta.
Hanya tim dari Korea Aerospace Industries (KAI) dan Lockheed Martin yang mengirim proposal untuk program KF-X sesuai tenggat waktu. Berdasarkan aturan pengadaan barang di negara tersebut harus ada sedikitnya dua penawar.
Putaran kedua penawaran, yang akan ditutup 24 Februari 2015 yang diperkirakan peserta akan menjadi dua arah setelah Korean Air berjanji akan mengajukan tawaran dengan dengan bekerja sama dengan Airbus Defence dan Space.
Tanpa pesaing, tim KAI-Lockheed akan memenangkan proyek senilai 7,8 milyar dollar AS proyek untuk mengembangkan pesawat tempur bermesin ganda kelas F-16 selama delapan tahun ke depan.
Sekitar 120 jet tempur dijadwalkan akan diproduksi setelah 2023 untuk menggantikan penuaan F-4 dan F-5. Indonesia memasok 20 persen dari biaya pengembangan, dengan perusahaan dalam negeri yang meliputi 20 persen, dan pemerintah mendukung sisanya.
“Kami bersiap untuk mengajukan proposal dengan batas waktu putaran kedua bekerja sama dengan Airbus Defence and Space,” kata Juru bicara Korean Air seperti dikutip defensenews Selasa (17/02/2015).
Divisi kedirgantaraan perusahaan ini telah lama memproduksi berbagai pesawat militer, seperti helicopter MD 500, jet tempur F-5 dan helikopter UH-60 di bawah lisensi. Divisi ini juga mengkhususkan diri dalam penelitian dan pengembangan pesawat tak berawak serta pemeliharaan, perbaikan dan overhaul untuk pesawat komersial dan militer.
Airbus comeback ke pasar Korea setelah dikalahkan oleh Lockheed Martin pada kontes FX-3 tahun 2013.
Sebelumnya Boeing telah berpikir untuk bergabung tangan dengan Korean Air, Menawarkan F / A-18 Super Hornet sebagai konfigurasi ulang platform untuk KF-X.
Namun, pemerintah Seoul lebih menyukai KF-X didasarkan pada desain baru, yang akan dijadikan andalan Airbus.
Meskipun tantangan Tim Airbus akan berat mengingat kolaborasi KAI-Lockheed Martin memiliki pengalaman dalam kompetisi di Korea Selatan. KAI berhasil mengembangkan T-50 Golden Eagle, pesawat latih jet supersonik.
Lockheed Martin, juga memenangkan kontrak FX III untuk menjual 40 F-35A. “KAI Dilengkapi dengan infrastruktur yang lebih baik setelah mengembangkan T-50,” kata Ha Sung-yong, presiden KAI, kata pada konferensi pers pada 28 Januari “Kami yakin kami dapat sepakat dengan pemerintah tentang waktu dan biaya untuk pengembangan KF-X. ” Banyak ahli bertaruh pada tim KAI-Lockheed akan mengambil program ini.
Tetapi belum tentu juga. Ada banyak hal yang harus dihadapi KAI-Lockheed. Salah satunya apakah KAI sanggup mengembangkan jet tempur dengan anggaran 8 miliar dengan waktu singkat yakni hanya delapan tahun. Apalagi teknologi pesawat saat ini terkenal sangat mahal.
Setelah bertahun-tahun dlam perdebatan desain KF-X disepakati pada September 2014 dengan memastikan pesawat didukung oleh dua mesin 18.000 pound. Satu sisi lain baik KAI dan Lockheed Martin masih lebih suka konsep bermesin tunggal, yang dijuluki C501, yang akan dibangun berdasarkan FA-50. Jadi belum jelas akan kepada siapa jet tempur Korea-Indonesia ini akan berlabuh.