
Boeing optimistis akan mampu memenangkan kompetisi pengadaan jet tempur di Malaysia. Super Hornet akan meneruskan tugas Hornet tua yang sudah lama bertugas di Negara tersebut. Boeing juga siap jika harus melakukan pembicaraan kemungkinan bantuan pendanaan. Hal ini mengingat situasi ekonomi internasional yang sedang lesu akibat turunnya harga minyak dunia.
Seperti dikutip Kantor Berita Malaysia Bernama, Wakil Presiden Boeing untuk penjualan F/A-18 E/F internasional, Howard M Berry sesumbar tidak aka nada yang mampu melawan Super Hornet dalam kompetisi kali ini. “Tidak ada pesawat di kompetisi ini yang mampu mengimbangi keterjangkauan yang ditawarkan Super Hornet,” ujarnya Sabtu (14/02/2015).
“Biaya total lifecycle, dari sejak akuisisi hingga support pesawat sepanjang masa, termasuk pelatihan, logistik hingga akhirnya pesawat keluar dari layanan, memakan budget 70 persen,” katanya.
Ia menambahkan, Boeing menyadari bahwa setiap Negara saat ini, termasuk Malaysia, menghadapi tantangan saat ini karena penurunan harga minyak dan mata uang lemah. Namun Boeing optimis bahwa “dalam dunia yang terus berubah, harga minyak akan rebound.”
“Kami telah membahas dan bekerja sama dengan pemerintah Malaysia. Kita bisa melakukan banyak hal finansial dan menangani setiap tantangan pendanaan dalam waktu dekat.” Pada akhirnya, hal itu akan menjadi keputusan politik dan kita harus melihat bagaimana pesoalan ini bisa diatasi,“ kata Berry.
Boeing telah melakukan negosiasi sejak tahun 2002 untuk kesepakatan Super Hornet dengan Royal Malaysia Air Force, yang saat ini mengoperasikan delapan generasi Klasik Hornets, F/A-18D.
Menurut Berry, versi Super Hornet yang dijual ke Malaysia disebut Blok II, yang mulai dioperasikan pada tahun 2007, dan bisa dengan mudah diintegrasikan ke dalam sistem pesawat Super Hornet yang saat ini diterbangkan Malaysia.
Super Hornet baru terbang selama sekitar tujuh sampai delapan tahun, sehingga bisa dibilang pesawat terbaru dalam pelayanan militer AS. Pesawat ini memiliki 1,4 juta jam terbang, dengan demikian pesawat ini matang dan relevan untuk operasional. Manfaat yang didapatkan Angkatan Udara Malaysia RMAF adalah Super Hornet memiliki risiko desain yang rendah.
“Ketika Anda membeli dari kompetitor saya, pesawat mereka relatif belum matang dan memiliki sistem yang belum matang, terutama radar. Mereka masih mengembangkan radar active electronically scanned array (AESA),” tambahnya.
Dia mengatakan Super Hornet saat ini terbang dengan radar AESA yang paling canggih, APG-79 dari Raytheon, yang tanpa diragukan lagi berada di garis depan teknologi AESA dan combat proven. Berry juga mencatat Super Hornet F / A-18E / F sangat cocok untuk peran tersebut.
Comments are closed