Angkatan Udara Indonesia telah memiliki skuadro baru yang ditempatkan di wilayah Barat yakni di Lanud Roesmin Noerjadin. Hal ini harus dijadikan alasan bagi Indonesia untuk mengambil alih lalulintas udara di wilayah tersebut yang saat ini masih dikuasai Singapura.
Kepala Staf TNI-AU, Marsekal IB Putu Dunia, meminta pemerintah untuk mengambil alih pengaturan lalu lintas udara Indonesia bagian barat tersebut. Hal ini penting untuk kepentingan nasional dan jadi dasar pengembangan pertahanan untuk penegakan kedaulatan negara secara utuh. “Karena itu lalu lintas udara melalui FIR (Flight Information Region)yang sekarang masih dikuasai oleh Singapura, perlu segera dikelola oleh Indonesia, sebab itu wilayah kita,” tegasnya pada peresmian operasional Skuadron F16 di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Rabu 3 Desember 2014. FTR adalah
Ia menjelaskan pengaturan lalu lintas udara Indonesia dibagi dua, yaitu bagian barat di antaranya Pulau Sumatera, sedangkan timur yaitu untuk Ibukota Jakarta dengan pengaturannya di Makassar.
Sebagian wilayah Indonesia, yaitu bagian barat, hingga kini dikendalikan oleh Singapura dalam pelaksanaan segala jenis penerbangan, baik itu sipil, komersil dan lainnya.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1996 tentang Ratifikasi Perjanjian FIR dengan Singapura bahwa sistem navigasi sebagian Indonesia dikuasai Singapura selama 15 tahun. Alasannya, saat itu Indonesia belum mampu mengatur sistem navigasi udara secara penuh. “Memang secara penerbangan komersil tak masalah, tapi untuk fungsi penegakan hukum di udara itu jadi kendala bagi TNI AU,” tegas KSAU.
Menurut dia, TNI-AU memiliki dasar yang kuat untuk meminta pemerintah segera mengambil alih lalu lintas udara.
Pertama, kedaulatan penuh dalam lalu lintas udara berkaitan dengan tugas penegakan hukum dan pengamanan teritorial NKRI di udara oleh TNI AU. Kedua, TNI AU merasa terganggu karena setiap pesawat dalam upaya penegakan hukum di teritorial sendiri harus memberitahu, bahkan meminta izin terbang kepada Singapura. Ketiga, saat ini banyak pelanggaran udara terjadi di wilayah Indonesia yang mengharuskan TNI AU melakukan “force down” (memaksa mendarat) kepada pesawat tersebut.
“TNI AU harapkan ini segera diambil alih oleh Pemerintah Indonesia supaya nanti ketika ada tugas identifikasi pesawat yang langgar aturan, itu nanti dikontrol oleh orang Indonesia. Tidak ada yang ganggu,” tegas KSAU.
Menurut dia, proses pengambilalihan tersebut sudah dicoba dilakukan oleh pemerintah. Ia mengatakan perlu sebuah komitmen kuat bagi Indonesia untuk bisa mengatur lalu lintas penerbangan di area tersebut yang tergolong jalur sibuk.
Komitmen pengaturan itu mulai dari kesiapan fasilitas hingga pendukung lainnya untuk pengamanan sehingga memberi rasa aman bagi semua pihak. “Komitmen kita bersama harus diperkuat,” ujarnya.