AS Ingin Tinggalkan Balkan, Rusia Ancang-Ancang Masuk

AS Ingin Tinggalkan Balkan, Rusia Ancang-Ancang Masuk

Balkan

Amerika Serikat ingin secara bertahap mengurangi kehadiran dan pengaruhnya di kawasan Balkan. Melihat hal itu Rusia bersikap sebaliknya dengan bersiap-siap untuk menghadirkan kekuatan ekonomi dan militernya di wilayah tersebut.

“Terus terang, saat Amerika Serikat menarik kembali keterlibatan di kawasan [Balkan], Rusia duduk di depan pintu siap untuk mengambil tempat kami,” kata kata Senator Amerika Serikat Chris Murphy  Jumat 31 Oktober 2014 saat berpidato do Johns Hopkins University School of Advanced International Studies (SAIS).

Murphy, yang adalah Ketua Senat Subkomite Urusan Eropa, mengatakan ia prihatin dengan meningkatnya pengaruh Rusia di Balkan setelah menyaksikan tangan pertama pada kunjungan terakhir ke Kosovo, Serbia, Kroasia, Albania dan Montenegro.

“Di Beograd, Anda benar-benar dapat merasakan pengaruh Rusia tumbuh di kota itu. Berkeliling dan Anda akan melihat billboard demi billboard dengan bendera Rusia dan Serbia dibungkus bersama dalam pelukan kecil, nyaris tak terlihat, logo Gazprom,” kata Murphy.

Menurut Murphy, pada hari kunjungannya ke Belgrade, Perdana Menteri Serbia Aleksandar Vucic bersiap-siap untuk menjemput kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin dan menyiapkan sebuah pertunjukan, yang termasuk parade militer gaya-Soviet disertai dengan jet-jet tempur MiG terbang di atasnya.

“Tidak ada yang tampak khawatir dengan tampilan kekuatan militer asing ini,” kata Senator.

Murphy menyatakan juga bahwa Rusia berharap untuk membangun pipa gas South Stream melalui Serbia dan ingin memperluas kemitraan militer antara kedua negara.

Sementara itu, Serbia merasa dapat mengangkangi garis antara Rusia dan Barat, dibuktikan dengan upayanya pada integrasi ekonomi dengan Eropa, sementara menolak untuk berpartisipasi dalam sanksi AS-Uni Eropa terhadap Rusia, Murphy menunjukkan.

Uni Eropa telah memberlakukan beberapa putaran sanksi ekonomi terhadap Rusia atas dugaan keterlibatannya dalam krisis Ukraina, tetapi Serbia menolak kembali untuk langkah-langkah ini.

Sumber: BBC