2014 AS Jual Senjata US$34,2 Miliar, Berapa Rusia ?

Amerika Serikat berhasil menjual peralatan pertahanan mereka ke luar negeri selama 2014 ini sebesar US$34,2 miliar. Rudal Patriot menjadi penyumbang terbesar dalam penjualan tersebut. Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan (DSCA) mengumumkan pada Senin 27 Oktober 2014 mengumumkan jumlah itu naik dibandingkan 2013 dibandingkan 2013 yang mencapai US$ 30 miliar.

Dalam penjualan tersebut sistem rudal Patriot menyumbang angka terbesar yakni US$11 miliar untuk penjualan 10 unit baterai rudal Patriot pada Qatar pada bulan Juli 2014. Termasuk dalam kesepakatan 24 helikopter Apache dan 500 Javelin rudal anti-tank.
Perusahaan pertahanan Amerika Raytheon dan Lockheed Martin memproduksi hardware rudal Patriot dan Javelin rudal anti-tank, sementara Boeing memproduksi Apache.

Pada bulan Agustus, Departemen Pertahanan juga mengumumkan perjanjian senilai $2,5 miliar dengan UEA untuk pembelian sejumlah peralatan senjata dan lain kesepakatan US$2 miliar dolar dengan Arab Saudi untuk meng-upgrade pesawat peringatan dan kontrol Boeing.Pada bulan Januari, Singapura menghabiskan US$2,4 miliar untuk mengupgrade Lockheed Martin F-16 milik mereka.

Wakil direktur DSCA Adm. Joseph Rixey, mengatakan Amerika juga menandatangani beberapa penawaran headline-grabbing dengan pemerintah Irak pada tahun 2014, termasuk penjualan pesawat AT-6C Texan II senilai US$790 juta serta perjanjian terpisah untuk menjual tank Abram dan rudal Hellfire senilai ratusan juta dolar.

Lalu bagaimana dengan Rusia? Negara ini harus mengakui pada kurun waktu yang ama tertinggal jauh dibandingkan Amerika dalam hal penjualan senjata. Rusia pada 2014 hanya menjual senjata senilai US$9,8 miliar. Wakil Direktur Layanan federal Rusia untuk Kerjasama Teknik Militer Rusia Anatoly Punchuk Selasa 28 Oktober 2014 di Paris mengatakan “Menurut angka untuk Oktober tahun ini, Rusia telah mengekspor senjata dan peralatan militer senilai US$9,8 miliar,” kata Anatoly Punchuk yang memimpin delegasi Rusia di pameran Euronaval-2014 di Paris kepada RIA Novosti.
Sumber: Defense News dan Ria Novosti