
Amerika Serikat mendesak Turki untuk bergabung dalam koalisi untuk menyerang ISIS di Suriah dan Irak. Jenderal purnawirawan AS, John Allen, dan utusan AS di Irak, Brett McGurk, pada Kamis 9 Oktober 2014 akan memulai perundingan dua hari di Ankara untuk mengemas kesepakatan dari Turki mengenai peran yang akan dimainkan dalam koalisi pimpinan AS guna memerangi garis keras ISIS yang kini makin mendekati perbatasan Turki,.
“Ada kemarahan dan keputusasaan di antara warga Amerika, dan kini dalam waktu bersamaan, mereka menyadari bahwa Turki berada dalam posisi yang sulit,” ujar Bayram Balci, seorang pakar pemikir di Carnegie di Washington. “Mereka tahu bahwa Turki mempunyai alasan ‘tepat’ untuk tidak ikut campur,” tambahnya.
Suku Kurdi di Suriah sedang melakukan perlawanan dengan kelompok ISIS, yang mengepungnya di kota Kobane. Kaum Kurdi berjuang bersama Unit Pertahanan Rakyat (YPG), yang berafiliasi dengan PKK, kelompok fanatik yang menentang penguasa Turki selama tiga dasawarsa terakhir dan telah menyebabkan kerugian 40.000 jiwa.
Sejak perang saudara Suriah terjadi sekitar tiga tahun lalu, untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad, Turki terperangkap di persimpangan. Negeri itu menampung sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah dan juga mengusir pejuang-pejuang asing yang mencoba menyeberang ke Suriah.
AS cemas bahwa meskipun mendapat lampu hijau dari parlemen pekan lalu, Turki belum memberikan komitmen untuk mengirimkan pasukan terlatihnya untuk bertempur.
Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan pekan ini juga menyerukan operasi darat untuk menyelamatkan Kobane dengan mengatakan “Saya katakan kepada Barat — menjatuhkan bom dari udara tidak akan menyelesaikan masalah,” Tetapi ia berhenti menawarkan pasukannya untuk menyelamatkan kota tersebut.
Presiden AS Barack Obama mengesampingkan pengiriman pasukan AS, sehingga bagi Turki, pernyataannya aalah “mengapa kami?” kata Marina ottoway, seorang akademikus di Wilson Center.
Comments are closed.