Super Hornet Australia Lakukan Gempuran Pertama di Irak

Super Hornet Australia Lakukan Gempuran Pertama di Irak

Sebuah F/A-18F Super Hornet Royal Australian Air Force (RAAF) melakukan pengisian bahan bakar di udara dari KC-30A Multi Role Tanker Transport di atas Irak
Sebuah F/A-18F Super Hornet Royal Australian Air Force (RAAF) melakukan pengisian bahan bakar di udara dari KC-30A Multi Role Tanker Transport di atas Irak

Setelah menarik diri dari serangan pertama, pesawat jet tempur Australia akhirnya melancarkan serangan bom untuk pertama kali terhadap posisi ISIS di Irak

Kementerian Pertahanan negara itu, Kamis 9 Oktober 2014 menyebutkan gempuran dilakukan dalam sebuah operasi malam Satuan Tugas Khusus Australia di Timur Tengah telah menyerang sasaran pertamanya di Irak,

“Dua bom dijatuhkan dari pesawat super hornet F/A-18 F ke atas salah satu fasilitas milik Negara Islam. Seluruh satuan udara tersebut berhasil ke luar dari tempat sasaran dan kembali ke pangkalan dengan selamat.” Australia adalah salah satu bagian dari koalisi internasional bentukan Amerika Serikat yang melakukan serangan udara melawan Daulah Islam sejak Agustus.

Canberra memberangkatkan delapan pesawat tempur F/A-18, satu pesawat kendali dan peringatan dini E-7A, satu pesawat tanker multi-peran KC-30A serta satu pesawat angkut ke Uni Emirat Arab.

Jet-jet itu menjalankan misi bersenjatanya pertama kali pada Minggu tetapi belum menjatuhkan bom hingga kini. Kementerian Pertahanan tidak memberikan keterangan lebih terperinci mengenai misi tersebut. Sebelumnya dengan alasan terlalu berisiko memunculkan korban sipil pilot Australia memilih untuk menarik diri dari serangan pertama dan kembali ke pangkalan tanpa menjatuhkan satu senjatapun, (BACA: Australia Menarik Diri Dari Serangan Pertama di Irak)

Australia juga akan mengirim 600 orang anggota pasukan ke Uni Emirat Arab, termasuk pasukan khusus untuk membantu pasukan Irak dalam merencanaan dan melakukan koordinasi melawan Daulah Islam. Merka tengah menanti persetujuan akhir untuk diberangkatkan.

Sumber: Washington Post