Partai Komunis Tiongkok kembali mengkritik keras terhadap demokrasi barat. Dalam jurnal terakhirnya yang diterbitkan oleh Majalah Qiushi edisi terakhinya mereka menyatakan bahwa meniru demokrasi barat secara membabi buta hanya mendatangkan bencana.Jurnal ini dikeluarkan menyusul aksi unjuk rasa kelompok pro demokrasi di Hong Kong sepekan terakhir.
Menurut majalah Qiushi tersebut menilai demokrasi barat tidak sesuai untuk semua negara, termasuk negara-negara yang mengadopsi sistem pemerintahan tersebut seperti Afghanistan, Mesir, Irak, dan Libya yang pada akhirnya mengalami banyak gejolak dan kekacauan.
“Pihak Barat selalu menyombongkan bahwa demokrasi mereka bernilai universal dan menyangkal adanya bentuk lain dari demokrasi,” merujuk pada isu majalah tersebut yang menjadi bahasa selama akhir pekan.
Qiushi menambahkan demokrasi barat memiliki kelemahan internal dan kelemahan tersebut tidak membuat demokrasi barat bernilai universal.
Jurnal tersebut juga tidak menyebutkan apa-apa mengenai Hong Kong yang kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997 setelah menjadi koloni Kerajaan Inggris, namun waktu penerbitannya bukanlah suatu kebetulan.
Sebelumnya, dalam seminggu terakhir ini puluhan ribu demonstran menuntut Kepala Eksekutif Administratif Khusus Hong Kong Leung Chun-Ying untuk berhenti dan meminta agar warga Tiongkok dapat memberikan hak suara mereka pada Pemilu 2017.
Kerusuhan separatis di Tibet dan Xinjiang membawa ketakutan untuk Beijing karena kerusuhan di Hong Kong juga berpotensi menyebar ke daratan Beijing.
Kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok pun telah membubarkan demonstrasi yang dianggap ilegal, sementara pihak Tiongkok meminta pemerintahan Leung Chun-Ying untuk segera menemukan solusi atas kerusuhan tersebut.
Sebelumnya Media Pemerintah Tiongkok dan para pejabat telah meluncurkan sejumlah serangan terkait demokrasi barat. Mereka mengatakan sistem nasional “sosialisme berkarakter Tiongkok” adalah cara terbaik untuk mengatur bangsa dengan penduduk terpadat di dunia.
Golongan Tiongkok Liberal dan intelektual berharap pemerintahan yang baru dibawah Presiden Xi Jinping lebih bertoleransi terhadap reformasi.
Sumber: Business Insider