
Batch lain dari pesawat era Perang Dingin A-10 “Warthogs” sedang dalam perjalanan ke Afghanistan. Padahal selama ini meskipun Pentagon mengatakan tidak lagi membutuhkan pesawat tersebut.
Sekitar selusin dari senjata terbang tersebut akan tiba di Afghanistan awal bulan ini sebagai bagian dari penyebaran enam bulan untuk Wing Fighter 122 dari Pangkalan Udara National Guard Indiana.
“Penyebaran ke Bagram Airfield dalam beberapa minggu adalah bagian dari rotasi biasa yang akan menggantikan jumlah setara A-10,” kata Letnan Kolonel Edward Sholtis, juru bicara Komando Sentral Angkatan Udara AS dalam sebuah e-mail.
Keputusan untuk melanjutkan penggelaran A-10 ke zona tempur dilakukan di tengah upaya Departemen Pertahanan untuk meyakinkan Kongres bahwa armada A-10 tidak lagi dibutuhkan dan akan menghemat dana hingga US$4,2 miliar selama lima tahun ke depan.
Dengan baju besi titanium, A-10, dibuat pada awal tahun 1970 untuk menghancurkan tank Soviet. Pesawat ini sagnat dicintai oleh Angkatan Darat dan Angkatan Udara karena kemampuannya untuk terbang rendah hingga bisa membedakan mana teman mana lawan serta melepaskan lebih banyak senjata dibandingkan pesawat tempur lain. Gun Gatling 2,5 ton yang diletakkan di dalam hidung pesawat memberikan penampilan moncong dapat menembakkan lebih dari 1.100 30-mm putaran. Meski banyak pasukan AS yang sudah ditarik dari Afghanistan A-10 dapat memberikan dukungan dekat udara untuk pasukan Afghanistan yang harus terus memerangi Afghanistan.
Pentagon sedang mencoba untuk mempensiunkan 283 pesawat yang mereka miliki karena keterbatasn dana dan menggantikan dengan pesawat yang lebih baru seperti F-16, F-15E, dan nantinya F-35 Joint Strike Fighter jika sudah selesai dibuat. Namun banyak pihak meragukan pesawat-pesawat itu tidak mampu menggantikan fungsi A-10.
Sebelumnya ada kabar A-10 akan dikirim ke Timur Tengah. Semula pesawat ini diduga akan bergabung untuk memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Namun ternyata justru dikirim ke Afghanistan. Area tanggung jawab Central Komando memang membentang dari Mesir ke Afghanistan dan Pakistan.
Sumber: Bloomberg