Sebuah kapal nelayan China ditahan Korea Utara. Negara ini pun meminta tebusan kepada negara yang sejatinya adalah sekutu utamanya. Langkah tersebut merupakan yang pertama kali setelah lebih dari setahun, sehingga menimbulkan bahaya hubungan memburuk Korut dengan sekutu utamanya itu.
Sebuah kapal dari kota pelabuhan Dalian di utara China dengan enam awak kapal, ditahan oleh Korut pada 12 September 2014 saat mencari ikan di Laut Kuning antara China dan Semenanjung Korea, demikian dilaporkan harian milik pemerintah Beijing News.
Pemilik kapal mengatakan kepada harian itu bahwa ia menerima panggilan telepon, diduga dari penjaga pantai Korut, dua hari kemudian dan diberitahu bahwa kapal beserta krunya ditahan karena mencari ikan di perairan Korut. Pihak Korut meminta bayaran denda 250 ribu yuan (US$40.700) untuk melepaskan kapal beserta kru, namun pada 17 September keenam kru tersebut sudah pulang ke desa mereka dengan luka-luka di sekujur tubuh akibat dipukuli. Dompet dan ikat pinggang mereka juga dicuri.
“Para kru bersikeras bahwa kapal mereka tidak memasuki perairan Korut, dan tidak melanggar batas untuk mencari ikan,” kata pemilik kapal Zhang Xikai seperti dikutip harian itu. “Mereka melakukan operasi normal dalam perairan China saat ditangkap oleh petugas Korut dengan pistol dan menarik mereka dengan paksa menuju perairan Korut,” katanya.
Kementerian Luar Negeri China mengkonfirmasikan bahwa mereka telah mengetahui soal penangkapan kapal itu dan Kedubes China di Pyongyang pada Senin bertemu dengan pemerintah Korut.
Pada Mei, Korut menahan sebuah kapal China bersama 16 kru dan meminta denda 600 ribu yuan, namun kemudian membebaskannya tanpa bayaran setelah Beijing campur tangan. Pada 2012, tiga kapal nelayan China ditahan oleh Korut yang meminta bayaran 1,2 juta yuan. Mereka kemudian dibebaskan namun belum jelas apakah permintaan uang mereka itu sudah dipenuhi.
Beijing merupakan pemasok utama bantuan pangan dan minyak untuk Pyongyang. Namun ketegangan antara kedua negara tersebut meningkat, dengan Korut yang terasing karena sanksi PBB atas ambisi nuklir dan peluncuran roket-roketnya.