Sekali tembak dua musuh terbidik. Itu mungkin strategi yang dilakukan Amerika Serikat di Suriah. Mereka akan melatih 5.000 pasukan pemberontak Suriah untuk bertempur melawan ISIS/ISIL. Di sisi lain, pasukan ini juga akan makin kuat dalam merongrong pemerintahan Presiden Bashar al-Assad yang menjadi musuh Amerika.
Juru bicara Pentagon Laksamana John Kirby, dikutip Washington Time, Senin 15 September 2014 mengatakan Arab Saudi akan mendukung pemerintah AS dalam upaya tersebut dan mengambil bagian aktif dalam program pelatihan yang diumumkan.
“Kami berpikir bahwa, sekarang kami mendapat mitra di kawasn untuk membantu kami memberikan pelatihan, kita bisa melatih lebih dari 5.000 pejuang selama satu tahun,” kata Kirby. Dia menambahkan bahwa proses pelatihan diharapkan dilaksanakan tahap demi tahap.
Pada Rabu, Presiden AS Barack Obama mengumumkan pembentukan koalisi internasional yang luas, yang bertujuan untuk melawan dan menghancurkan organisasi teroris ISIS/ISIL, menurut laporan “TIME”. Dia menegaskan niatnya untuk menggunakan langkah-langkah keras jika diperlukan dan menyatakan kesiapannya untuk menggelar tambahan 475 tentara Amerika di Irak untuk memperluas penasehat, misi pelatihan dan pengawasan. Amerika juga menegaskan tidak akan melakukan koordinasi dengan Damaskus saat menyerang ISIS.
Namun, efisiensi kebijakan kontraterorisme AS dipertanyakan oleh sejumlah pemimpin politik, karena tidak mengatasi akar penyebab terorisme dan kemungkinan akan menyebabkan gelombang kebencian di kawasan tersebut.
Misalnya, Iran memegang keterlibatan militer AS di Suriah dan Irak, yang merupakan pelanggaran kedaulatan negara mereka yang sangat dilarang oleh hukum internasional.
Sumber: Washington Time
Comments are closed.