
Angkatan Udara AS dan pesawat Angkatan Laut ternyata telah melakukan lebih dari 2.700 misi penerbangan untuk memerangi Negara Islam di Irak sebelum Presiden Barack Obama mengumumkan kampanye militer diperluas melawan kelompok militant tersebut.
Data Pentagon menyebutkan sebanyak 2.749 sorti telah dilakukan meliputi pengawasan, pengisian bahan bakar, serta berbagai keperluan lainnya untuk mendukung 156 serangan udara yang telah diumumkan sampai Kamis 11 September 2014.
Penerbangan mata-mata dan pengisian bahan bakar memungkinkan pesawat tempur AS bisa berkeliaran di area yang lebih luas dalam waktu yang lama. Hal itu yang memungkinkan AS bisa menjatuhkan 253 bom dan rudal yang menghancurkan 212 target seperti Humvee, pos pemeriksaan dan kendaraan bersenjata.
Obama mengatakan dalam pidatonya memerintahkan sebuah “kampanye serangan udara yang sistematis ” terhadap Negara Islam di Irak. Namun, perwira Senior Obama telah menekankan bahwa kekuatan udara saja tidak dapat merusak secara signifikan kekuatan Negara Islam. Dia menggarisbawahi data, Central Intelligence Agency yang menyebutkan meningkat perkiraan kasar jumlah pejuang kelompok ekstremis dapat mengumpulkan di Suriah dan Irak ke berbagai 20.000 sampai 31,500, naik dari 10.000 pada bulan Mei. (Baca:CIA Perkirakan ISIS Miliki 20.000-31.500 Pejuang)
“Ini bukan angka yang pasti, namun perkiraan dengan jangkauan dan salah satu yang kemungkinan akan terus berubah sebagai situasi berkembang di lapangan,” kata CIA dalam sebuah pernyataan.
Angkatan Laut Laksamana John Kirby, juru bicara Pentagon, mengatakan kepada wartawan hari ini bahwa laju serangan udara dipercepat berdasarkan arah Obama. “Kami akan mengintensifkan upaya kami di Irak, tidak ada pertanyaan tentang itu,” kata Kirby. “Arah yang kami dapatkan dari Panglima sangat jelas – kita akan lebih agresif dalam mendukung” pasukan keamanan Irak, katanya.
Suriah Serangan udara
Ketika ditanya apakah AS akan memberitahu pemerintah Suriah Presiden Bashar al-Assad, untuk melakukan serangan, Kirby mengatakan, “T akan ada upaya untuk mengkoordinasikan opsi militer kami dengan rezim.”
Sumber: businessweek.com