TNI AL Segera Terima 4 Kapal Rudal KCR-40

TNI AL Segera Terima 4 Kapal Rudal KCR-40

Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia (TNI-AL) Komando Armada Barat (Koarmabar) akan menerima tambahan empat kapal serang rudal KCR-40 pada akhir 2014 untuk memperkuat pencegatan maritim regional kemampuan.
Berbicara kepada IHS Jane pada 14 Agustus di Jakarta, Kepala Koarmabar Commodore Amarulla Octavian menggambarkan kapal tambahan tersebut memiliki kecepatan hingga 30 knot. Mereka akan berperan dalam memperkuat pengawasan, patroli, dan kemampuan intersepsi perintah di wilayah operasinya. Daerah ini meliputi Selat Malaka yang rawan pembajakan, serta daerah maritim yang disengketakan Tanjung Datu dan Kepulauan Natuna.
Secara keseluruhan, TNI-AL saat ini mengoperasikan empat KCR-40 dan diharapkan hingga 24 Dua kapal, KRI Clurit dan KRI Kujang, yang ditugaskan untuk Koarmabar dan menyelesaikan percobaan penerimaan laut untuk C-705 permukaan to-permukaan sistem rudal kontrol api pada bulan Juli.
“Tambahan kapal akan memberi kita ukuran total enam kapal untuk pada akhir 2014”, kata Octavian, yang juga menegaskan bahwa Koarmabar bermaksud untuk mempekerjakan kapal 44 m untuk membantu mengatasi pembajakan maritim di Selat Malaka, serta mengamankan perbatasan maritim Indonesia dan kepentingan yang lebih luas di laut.
Angka-angka terbaru yang diterbitkan oleh Perjanjian Kerjasama Regional tentang Pemberantasan Pembajakan dan Perampokan Bersenjata terhadap Kapal di Asia (ReCAAP) menyebutkan memburuknya kondisi keamanan maritim Asia Tenggara. Dalam laporan kuartal pertama 2014, badan kontra-pembajakan tercatat delapan insiden di Malaka dan selat Singapura, dibandingkan dengan total lima insiden untuk seluruh tahun 2012 dan 2013.
Baru-baru ini insiden profil tinggi terjadi serangan terhadap kapal kargo Naniwa Maru No 1 di April 2014 di dekat Port Klang, Malaysia, yang mengakibatkan 2.500 ton Marine Diesel Oil yang tersedot, dan pada tanker GPT 21 di November 2013, dengan 10 bajak laut bersenjata naik kapal dari Pulau Kukup di Selat Malaka.
Namun, meski perdebatan tentang apakah negara pantai harus meningkatkan patroli di daerah yang terkena dampak, Cdre Oktavianus menyatakan bahwa pembajakan maritim regional tidak dapat diselesaikan dengan peningkatan jumlah kapal saja. “Untuk mengatasi masalah itu, kita harus mulai mencari di darat daripada di laut”, katanya.

Sumber: IHS Jane