
Dalam beberapa bulan ke depan, India akan melakukan uji coba rudal balistik antarbenua, yang disebut Agni-V, di Wheeler Island. Dengan kemampuan daya jelajah hingga 5.000 km rudal ini mampu menghantam daerah manapun di China.
“Agni-V sedang dalam konfigurasi induksi akhir. Rudal akan siap untuk induksi di angkatan bersenjata selama beberapa tahun setelah tiga sampai empat tes penembakan yang lebih sukses dari tabung,” kata Avinash Chander, kepala Riset Pertahanan dan Pengembangan Organisasi India.
Agni-V adalah rudal tiga tahap propelan yang sudah dua kali sukses tes penembakan. Dia merupakan bagian dari keluarga Agni sebelumnya yakni, Agni-I (jangkauan 700 km), Agni-II (2.500 km), Agni-III (3.000 km) dan Agni-IV (3.500 km). Tujuan utama dari Agni-V jelas untuk menargetkan China.
Lalu bagaimana China menghadapi Agni-V? Apakah China khawatir? Pasti. Tetapi negara ini tentu saja tidak bisa dianggap remeh. China dipastikan telah mengembangkan kemampuannya dalam hal rudal balistik.
Dalam sebuah laporan berjudul China’s Space Warfare Capabilities yang diterbitkan baru-baru ini oleh Jane Intelligence Review diungkap bagaimana China telah melakukan pengembangan besar untuk persiapan perang luar angkasa.
China telah lama mengembangkan sistem rudal anti-balistik atau Anti Balistik Missile (ABM) yang akan memiliki implikasi dramatis bagi pencegahan ancaman kekuatan rudal India. Hal ini yang membuat China tidak terlalu takut dengan Agni.
Dalam laporan itu disebutkan “Sebuah sistem pertahanan udara dibangun China mampu melindungi pusat-pusat industri dan penduduk di China timur dari serangan rudal jarak jauh India yang tengah dikembangkan. Hal inilah yang membuat China masih berani membantu sekutu-sekutunya untuk melawan India seperti Pakistan.
Sistem Anti Balistik Missile (ABM) memiliki potensi untuk secara kritis mengubah keseimbangan strategis karena mereka meniadakan kemampuan serangan musuh itu. Saat ini hanya Amerika Serikat dan Rusia memiliki jaringan ABM, meskipun China memiliki satu dan India tengah membangun.

Upaya China untuk menciptakan kemampuan ABM dimulai sejak tahun 1964 karena kekhawatiran tentang rudal Amerika dan Soviet. Jika China memiliki kemampuan untuk menghancurkan rudal India, Delhi akan dipaksa untuk menghasilkan jumlah yang lebih besar, hulu ledak lebih yang lebih destruktif atau penanggulangan yang lebih canggih untuk mencapai efek yang sama.
Dengan demikian, India akan hampir pasti mengembangkan beberapa kendaraan re-entry independen (MIRV) untuk Agni-V, yang akan memberikan setiap rudal 2-10 hulu ledak nuklir terpisah. Hal yang sama juga terjadi pada Rusia dan AS ICBM, di mana serangan terbatas dengan sejumlah kecil rudal tidak lagi dijamin sukses. Sebaliknya, diperlukan rentetan yang lebih besar.
Aspek lain dari program Tentara Pembebasan Rakyat, dan melengkapi proyek ABM, adalah kemampuan untuk menargetkan aset ‘musuh’ di ruang angkasa. Kunci di antara mereka adalah senjata anti-satelit seperti SC-19 rudal yang diproduksi oleh China Aerospace Science and Industry Corporation. Rudal ini diuji SC-19 pada tahun 2007 ketika menghancurkan satelit cuaca yang telah mati dan menciptakan 150.000 serpihan antariksa. SC-19 sejak itu telah melakukan tes dua kali yakni Januari 2010 dan satu lagi pada Januari 2013.
Namun, SC-19 adalah bukan satu-satunya trik dalam tas China. Rudal pertahanan HQ-9 yang dibangun dengan menyalin teknologi Rusia, telah berkembang dengan memunculkan varian HQ-9B anti-rudal balistik.
Departemen Pertahanan Amerika mengklaim China telah mengembangkan HQ-19 tersebut, setara dengan Terminal High-Altitude Area Defence system, milik Amerika yang ditempatkan di Guam. Laporan Jane memberikan peringatan berani “Pembangunan ABM China setara dengan upaya AS teknologi, hanya tertinggal dalam penyebaran.”
Namun, investasi China dengan cepat akan mengubah situasi ini, dengan penulis yang menyatakan “China bisa memenuhi atau melebihi tingkat penyebaran ABM AS dalam dekade berikutnya”.
China juga telah memangun radar besar yang dikenal dengan Large phased-array radar (LPAR). Negara ini dikabrakan memiliki empat lokasi LPAR yang disebar di Huian, Korla, Longgangzhen dan Shuangyashan. Teknologi ini mampu mencakup hingga sebagian besar Rusia, Asia Tengah, India dan Asia Tenggara dan Taiwan.Belum puas, China terus membangun teknologi baru. China mengejar senjata energi laser tinggi yang dapat menyilaukan, membuat buta atau menghancurkan sistem musuh seperti satelit pencitraan. Ini merupakan ancaman akut bagi negara seperti Amerika Serikat yang begitu tergantung pada sensor berbasis ruang.
Dilaporkan pada bulan September 2006 bahwa Cina menembakkan laser pada satelit mata-mata AS. Departemen Pertahanan secara teratur melaporkan bahwa China terus mengejar senjata laser untuk peran ASAT dan ABM.
Sumber: asian-defence.net