
Sejumlah pemimpin Barat bergegas bergerak ke India setelah terpilihnya Narendra Modi sebagai perdana menteri baru. Tidak ada hal lain adalah untuk ramai-ramai menawarkan diri bisa bergabung dalam industri pertahanan negara itu yang memang sedang berkembang pesat. India menghabiskan $ 6 miliar tahun lalu pada impor senjata. Inilah yang membuat negara-negara produsen senjata benar-benar bersaing untuk bisa masuk.
Politisi senior dari Perancis, Amerika Serikat dan Inggris akan bergiliran mendatangi India dalam minggu kedua Juli 2014 ini. Hal ini setelah Modi mengisyaratkan negaranya akan terus mempercepat modernisasi sistem pertahanan mereka yang saat ini masih didominasi produk tua dari Rusia.
Modi bermaksud untuk membangun kemampuan militer India dan secara bertahap mengubah importir senjata terbesar di dunia menjadi produsen kelas berat.
“Semua negara-negara berusaha untuk membuat kasus mereka, terutama karena ada pengertian bahwa pasar India akan mengalami pergeseran,” kata Pant Harsh, profesor hubungan internasional di King College, London.
Yang pertama tiba di New Delhi adalah Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius. Salah satu yang dibicarakan tentu program pengadaan 126 jet tempur Rafale yang sempat macet. Fabius mengaku dalam pertemuan diputuskan untuk meneruskan program tersebut.
Sedangkan senator AS John McCain akan segera menyusul. McCain, berasal dari Arizona yang merupakan tempat sejumlah industri pertahanan raksasa seperti Boeing dan Raytheon. Amerika juga ingin berkecimpung dalam program di India.
“Ini adalah area di mana kemampuan pertahanan AS, teknologi, dan kerjasama – khususnya antara industri pertahanan kita – bisa mendapatkan keuntungan sangat besar India,” kata McCain.
Pejabat pemerintahASberusaha keras untuk melanjutkan kontrak sebesar $2,8 miliar untuk penjualan ApacheBoeing serta Chinook yang sempat tertunda. Pada 2010 sebanyak 22AH-64D Apachepertama kali disetujui. Dalam kesepakatan yang terpisah juga disepakati untuk membeli 15CH-47F Chinooksenilai $1,4 miliar.
Sementara itu Inggris kemungkinan akan mengirim Menteri Luar Negeri William Hague dan menteri keuangan George Osborne pada bulan Juli. Inggris telah mencoba membuka kesempatan dengan lambatnya kemajuan pengadaan Rafale. Tentu saja negara ini akan menawarkan Eurofighter Typhoon kebanggaan mereka untuk bisa menggeser Rafale.
Bagaimana dengan Rusia? Negara ini telah mengirimkan Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin untuk mengunjungi pemerintahan baru di Delhi, dua pekan lalu. Posisi Rusia memang sudah tergeser oleh Washington pada 2013 soal pengadaan senjata. Rusia sepertinya ingin merebut pasar itu lagi.
Negara-negara Barat melihat peluang Rusia agak sulit karena keputusannya untuk menjual Helikopter serang Mi-35 ke Pakistan yang jelas-jelas rivalnya India. “Saya tidak berpikir itu sebuah kompetisi,” kata Asisten Menteri Luar Negeri AS Nisha Biswal setelah kunjungan pasca pemilu dini untuk New Delhi.