Site icon

Babad Dalan Sodo, Pesan Pembersihan Hati

Acara kenduri yang dipandu oleh salah satu carik di makam Raden Mas Kertonadi atau lebih dikenal dengan Ki Ageng Giring atau Ki Pederesan. Tempat Balai Desa Sodo, Paliyan, Gunungkidul. Alkisah, di Desa Giring dan Sodo pernah terjadi wabah atau pagebluk. Para tokoh masyarakat menyarankan agar masyarakat agar berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan berwasilah kepada leluhur desa tersebut yakni Ki Ageng Giring. Warga kemudian berupaya mencari makam Ki Ageng Giring.

Pada saat mencari makam tersebut, di sepanjang jalan mereka mbabati atau membersihkan jalan yang menuju ke lokasi makam. Sepanjang jalan mereka mendapati sebidang tanah yang bau wangi dan tulang/bangkai burung berceceran di sekitarnya. Saat membuat jalan tersebut, ditemukan beberapa buah benda yaitu tutup kepala dan sebuah tongkat (diberi nama teken dan kethu) yang dipercayai bahwa benda tersebut milik Ki Ageng Giring. Para pencari makam tadi melakukan berjanji akan melakukan syukuran “ambengan” bila Desa Giring dan Sada dapat kembali seperti dulu tanpa pagebluk. Cerita tersebut mengandung ajaran kepada seseorang untuk “membersihkan jiwa dari hal-hal yang tidak baik”, mengingat Ki Ageng Giring adalah murid Sunan Kalijaga. Dahulu masyarakat setempat melaksanakan upacara ini di Masjid Sodo dengan sarana upacara adalah “ringin kurung” harus diikat dengan janur, dan mereka membawa clathung (arit) untuk mengambil janur yang dipasang pada pohon kukun (yang ditanam oleh sesepuh Giring).
Dalam versi yang berbeda, dikisahkan bahwa Tradisi Babad Dalan merupakan awal ditemukannya makam dan mengenang jasa-jasa Ki Ageng Giring ataupun ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena apa yang dicari telah ditemukan.
Menurut cerita masa lalu ataupun sejarah terbentuknya menjadi Desa Sodo adalah dahulu beberapa kelompok dari warga Redi Kidul meninggalkan kampung halaman dengan menyusuri hutan belantara hanya untuk berziarah ke tempat Pemakaman Ki Ageng Pandanaran yang terletak di Tembayat Klaten. Namun setelah sesampainya di Tembayat, oleh Juru Kunci dijelaskan bahwa di kawasan hutan Giring ada tempat pemakaman tokoh leluhur yang masih keturunan dari Sunan Tembayat, beliaulah yang telah membuka hutan belantara menjadi sebuah padepokan.
Setelah cukup berziarah di Tembayat, Ki Juru Kunci menganjurkan para peziarah untuk mencari pemakaman tersebut bersama warga sekitar. Ki juru kunci juga berpesan agar berjalan ke utara sambil babat dalan untuk menemukan pemakaman dengan tanda-tanda: makam itu diapit oleh 2 sungai kecil di sebelah barat pohon besar dan di atasnya banyak bertumpuk tulang-belulang burung yang berjatuhan.
Sesampainya di Giring, para peziarah dan masyarakat kembali berjalan sambil babad dalan menuju ke arah utara (berarti para peziarah ini dari desa yang berada di sebelah selatan Giring). Sesampainya di dekat kawasan pemakaman yang diceritakan Ki Juru Kunci, tepat pada hari Kamis Wage malam Jumat Kliwon mereka bertemu dan diterima baik oleh sesepuh pakuwon, setingkat lurah, dan para cantriknya bergabung bersama untuk menyelesaikan pembabadan jalan menuju pemakaman, karena waktu sudah hampir malam mereka pun beristirahat, tepatnya Jumat Kliwon siang, peziarah, masyarakat berteriak gembira karena apa yang mereka cari akhirnya ditemukan.
Kemudian Sesepuh Pakuwon memberikan penjelasan dan pengertian bahwa sesungguhnya yang dimakamkan di tempat ini adalah Raden Mas Kertonadi (Ki Pederesan) atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Ageng Giring. Kemudian setelah ditemukan makam Ki Ageng Giring, sesepuh kembali memberikan pengertian pada peziarah dan masyarakat bahwa ratusan tahun lalu tokoh yang dimakamkan di sini merupakan cikal bakal desa ini. Sesepuh pun menyampaikan bila nanti sampai rejaning zaman, pakuwon ini disebut dengan Desa Sodo, maka dari itu untuk mengenang perjuangan dan jasa jasa Ki Ageng Giring tiap tahun sehabis panen padi. Masyarakat diajak oleh sesepuh pakuwon untuk memperingati Babad Dalan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena apa yang dicari telah ditemukan dengan acara tasyakuran dan kenduri bersama yang dipandu oleh salah satu Cantrik Padepokan.

Sumber: Ensiklopedi Gunungkidul

 

 

Indonesia sebenarnya negeri yang hebat luar biasa. Kenapa sekarang justru sering dianggap lemah dan diremehkan. Bahkan oleh negara kecil macam Singapura.  baca di

http://earningloot.biz/?reflink=amiruddin

 

Exit mobile version