Sejujurnya saya bukan pengagum Joko Widodo (Jokowi). Sama seperti dulu saya juga tidak mengidolakan seorang Susilo Bambang Yudhoyono. Dan sepertinya Jokowi tengah menelusuri sejarah dengan cara yang sama dengan SBY yang saat ini menjadi Sang Presiden.
Kedua orang ini muncul dengan membawa harapan besar. Sudahlah, mari jujur betapa dulu orang begitu berharap dengan yang namanya SBY. Sosok yang kalem, berwibawa, cerdas. Menyejukkan di tengah situasi politik yang penuh dengan caci maki saat itu. “Penderitaan” dan “Penghinaan” yang diberikan kepadanya betul-betul dimanfaatkan untuk semakin mendongkrak citranya. SBY juga sosok yang harus diakui sebagai tokoh yang dulu senang melakukan blusukan. Jadi apa yang dilakukan Jokowi sebenarnyalah bukan hal yang baru. “Wooo inilah satria piningit” sebagian orang mengatakan seperti itu. Dia pun menjadi presiden pertama pilihan langsung oleh rakyat dengan angka yang fantastis. 80%!!!.
Di pemilihan Presiden berikutnya, SBY tetap terpilih meski dengan suara yang turun. Logika jernihnya (dengan mengesampingkan adanya factor kecurangan) sebagian rakyat masih berharap adanya perbaikan keadaan bangsa ini di bawah kepemimpinannya. Meski kemudian makin banyak orang yang kecewa, mengumpat, bahkan memakinya karena tidak merasakan kehidupan keseharian yang lebih baik tetapi justru semakin ribet dan berat. Dan saya tetap tidak mengidolakan SBY!
Lalu munculah Jokowi. Dengan gemilang dia menaklukkan DKI Jakarta bersama Ahok. Sosoknya yang low profile, murah senyum, njawani dan nrimo meski dihina dan diremehkan benar-benar telah menyeret Jokowi menjadi idola baru yang luar biasa. Nyaris tidak ada kesalahan yang diungkap oleh media. Setiap hari harus ada berita tentang Jokowi. Bahkan berita-berita yang sebenarnya tidak mutu sama sekali. Soal naik gunung, soal pakaian, soal monyet, dan lain sebagainya. Bahkan ada media yang terus mencantumkan key words “Hari ke…Jokowi” entah sampai kapan key words itu dicantumkan.
Jokowi juga jago blusukan. Setiap kritikan yang diberikan kepadanya ditanggapi dengan merendahkan diri. (sama ketika SBY awal-awal jadi idola). Orang semakin simpatik. “Inilah satrio piningit” beberapa waktu lalu saya pun mulai membaca ada yang mengatakan demikian. (Entah ada berapa satria piningit di negeri ini).
Tetapi saya pun tidak mengidolakannya. Sama seperti dulu muncul SBY! Bahkan saya mulai cemas dengan media yang kadang terlalu over dalam memberitakan dan membela Jokowi. Ada beberapa alasan dari kekhawatiran itu
Pertama, orang akan neq karena setiap hari harus melihat/membaca berita tentang dia yang kadang tidak mutu tadi. Sementara dari hari ke hari Jakarta tetap saja macet,tetap saja banjir, tetap saja kumuh dan sebagainya. Di tengah neq news maka orang akan begitu mudah mencibir.
Kedua, muncul harapan terlalu besar kepadanya. Yakinlah, masalah negara ini begitu amburadul. Tak akan bisa diselesaikan oleh satu orang saja. SBY yang punya jam terbang tinggi di militer, politik dan hubungan internasional pun jatuh bangun bahkan sebagian orang menyebut gagal. Jokowi, jika kemudian nanti menjadi presiden apakah juga akan mampu memwujudkan harapan yang terlalu besar itu? Atau justru akan jungkir balik dan akhirnya nasibnya sama. Dicaci-maki! (sekali lagi lihatkan pada sejarah SBY).
Tetapi sekali lagi saya bukan orang yang mengidolakan Jokowi ataupun SBY ataupun Wiranto, ataupun Prabowo dan tokoh-tokoh lain. Saya hanya ingin mengatakan ”Jokowi hati-hatilah” karena anda dibangun sebagai sosok dengan harapan yang sangat-sangat besar. Jangan sampai terlalu persis meniru sejarah Sang Presiden.
Comments are closed.