Gillian mengatakan pesanan Angkatan Laut saat ini akan menjaga fasilitas St. Louis akan terus berproduksi sampai Juni 2018, tapi garis produksi akan bisa berlanjut hingga awal 2020 jika ada tambahan pemesanan Angkatan Laut dan pemesanan dari Kuwait disetujui. Dengan kondisi ini maka Boeing akan memiliki posisi yang lebih kuat untuk bersaing dalam pengadaan pesawat tempur di Finlandia, Belgia, Spanyol dan Denmark.
Seperti diberitakan pemesanan Super Hornet Kuwait dan F-15 oleh Qatar telah terhenti setelah pemerintahan Obama melakukan negosiasi perjanjian 10 tahun dengan Israel terkait bantuan militer AS.
Pejabat pertahanan AS, termasuk Sekretaris Angkatan Laut Ray Mabus, telah menyatakan kekhawatiran tentang lambatnya persetujuan penjualan senjata terutama F/A-18 untuk Kuwait yang memberikan konsekuensi pada basis industri.
Sementara penundaan juga telah memaksa Qatar akhirnya memecah pembelian menjadi dua. Menurut sumber yang dikutip Reuters, semula mereka akan sepenuhnya membeli F-15, tetapi karena lambatnya izin negara tersebut mengalihkan sebagian pembelian ke Dassault Prancis dengan memesan 24 jet tempur Rafale.
Sementara Kuwait juga telah mengalihkan sebagian perhatiannya dari Super Hornet dengan akan memesan jet tempur 28 Eurofighter.
Pesawat-pesawat tempur semakin penting untuk Kuwait, yang merupakan bagian dari koalisi pimpinan Saudi dalam melawan Houthi di Yaman. Armada mereka saat ini mayoritas diisi oleh F/A-18 Hornet.