Apakah NATO benar-benar melakukan skenario Perang Dingin baru?
“Kami tidak percaya Rusia ingin konflik militer dengan NATO, tapi ya, kami memiliki kegiatan yang sedang berlangsung pada tingkat rendah lainnya seperti di Perang Dingin seperti manajemen informasi, serangan cyber, mata-mata militer,” kata seorang pejabat NATO kepad Defense News Senin 26 Oktober 2015.
“Namun, ada dua perbedaan penting sekarang,” kata pejabat itu. “Tidak ada ancaman eksistensial di Eropa, dan sekarang isu regional dari pertarungan antara dua negara adidaya. Kekhawatiran ini telah meningkat dengan intervensi militer Rusia di Suriah dan ancaman di Turki.”
Laut Hitam, yang berbatasan dengan Turki, Rumania dan Bulgaria yang semuanya adalah negara NATO, dan juga Rusia, Ukraina dan Georgia, tampaknya menjadi faktor kunci dalam skenario NATO-Rusia baru ini.
Di Trapani, seorang pejabat senior yang menolak untuk disebutkan namanya kepada Reuters mengatakan bahwa Rusia telah menggunakan perang Suriah sebagai dalih untuk meningkatkan kehadirannya di Laut Mediterania.
“Kita harus memperhitungkan bahwa Rusia akan memiliki kehadiran yang lebih besar dengan kemampuan untuk menghambat kebebasan manuver dan navigasi kami,” kata pejabat itu.
Semenanjung Krimea, yang dianeksasi Rusia dari Ukraina pada tahun 2014, menurut pejabat itu telah menjadi benteng bersenjata Rusia.
Kehadiran terus menerus sebuah kapal perusak Aegis di Laut Hitam adalah salah satu strategi AS untuk mempelajari upaya mengganti rudal Patriot yang digunakan untuk melindungi Turki, yang sedang ditarik.
Trident Junture 2015 telah dimulai, tapi tidak ada pejabat NATO secara terbuka menyatakan Rusia merupakan masalah di sisi selatan. Vershbow membantah latihan ini ditujukan untuk ancaman Rusia. “Memang [tidak untuk Rusia], terinspirasi oleh negara-negara Afrika,” katanya. Latihan ini mensimulasikan konflik di daerah Tanduk Afrika dan Sudan, dengan Kamon, Lakuta dan Tytan sebagai negara imajiner.