Di Bawah Kemampuan
Letnan Jenderal Jon Davis, Wakil Komandan Penerbangan Korps Marinir mengatakan IOC, yang menggunakan software blok 2B, memungkinkan pesawat untuk melakukan dukungan udara jarak dekat, larangan udara, pengintaian bersenjata, ofensif dan kontra udara defensif termasuk menembakkan senjata.
Mandy Smithberger, Direktur Project on Government Oversight’s Straus military reform project mengatakan tantangan terbesar bagi program ke depan adalah mengintegrasikan 30 juta baris kode dalam perangkat lunak dan semua sistem terkoneksi.
Beberapa perangkat lunak 2B yang diperlukan untuk IOC dipindahkan ke blok 3i dan 3F untuk memudahkan jalan bagi Korps Marinir untuk menyatakan IOC, katanya. Lembaga ini memang dikenal sebagai kritikus yang konsisten dari program di Washington.
“Blok 2-B menjadi blok yang tidak bisa digunakan menentukan apakah pesawat memiliki kemampuan tempur atau tidak. Sehingga mereka menyatakan [F-35B] IOC tetapi tanpa benar-benar mampu memiliki kemampuan dalam pertempuran,” katanya.
“Itu sebabnya Korps Marinir tidak akan menyebarkan pesawat ini ke Okinawa sampai 2017. Masih ada beberapa hal yang perlu dikerjakan dalam program ini,” kata Smithberger.
Sedangkan Greenberg ketika ditanya tentang software Blok 2B dia mengatakan “Konfigurasi Korps Marinir mencapai kemampuan operasional awal di Juli 2015 membawa peningkatan langsung dalam kemampuan tempur. Kalau ada yang belum tercapai Greenberg hanya menyebutnya sebagai sebuah kekurangan.
“Kita melihat hanya kekurangan bila dibandingkan dengan kemampuan tempur penuh F-35B di 2017. Sebagian besar pengujian yang kami lakukan telah memverifikasi kemampuan seperti yang diharapkan: tembakan rudal; penembakan udara ke darat, dan tiga uji coba laut sukses. F-35B mampu menargetkan secara real time, berkomunikasi melalui radio dan data-link, dan menempatkan senjata pada target, “kata Greenberg.