
Wakil Perdana Menteri Rusia Dmitry Rogozin baru-baru ini membuat pernyataan mengejutkan bahwa Rusia tidak akan lagi memasuk roket RD-180. Jelas ini akan menjadi teka-teki bagaimana masa depan misi luar angksa Amerika karena selama ini negara tersebut mengandalkan roket tersebut untuk mengirimkan sejumlah satelit di luar angkasa.
Pada bulan Mei 2014, Dmitry Rogozin mengumumkan melalui Twitter bahwa negara itu akan mengakhiri ekspor mesin roket, RD-180, ke AS. Namun rencana itu dibatasi hanya jika untuk kepentingan militer. Pengumuman ini disampaikan setelah Amerika memberikan sanksi kepada Rusia terkait masalah Ukraina. “Rusia siap untuk melanjutkan pengiriman RD-180 ke AS jika ada jaminan tidak digunakan untuk kepentingan Pentagon,” ujarnya.
Jika hal ini terlaksana maka Pentagon jelas akan kesulitan. Amerika diperkirakan membutuhkan waktu hampir lima tahun dan biaya $ 1 miliar untuk merancang dan memproduksi mesin roket sejenis ini. Saat ini, stok RD-180 Amerika diperkirakan hanya cukup untuk dua tahun. Artinya akan ada waktu jeda sekitar 3 tahun tanpa peluncuran satelit. Dan tiga tahun adalah waktu lama karena bisa menciptakan kesenjangan luar biasa dengan negara lain di teknologi satelit yang berimbas pada sistem pertahanan. Karena hampir semua sistem pertahanan seperti drone, sistem pertahanan udara dan sebagainya menggunakan satelit.
Mesin roket Amerika memang sangat tergantung pada Rusia. Amerika menyebutnya dengan Roket Atlas V yang banyak digunakan untuk kepentingan militer. Salah satunya meluncurkan satelit Advanced Extremely High Frequency (AEHF). Sebuah peralatan untuk jalur komunikasi khusus Presiden dan militer. Atlas V juga meluncurkan satelit ke orbit geosynchronous untuk Infrared Sistem Space-Based (SBIRS), yang dirancang untuk pengawasan dan pertahanan rudal.
“Untuk Amerika jika tidak memiliki RD-180-an lagi akan cukup mengganggu program luar angkasa mereka dalam jangka menengah,” Brian Harvey, seorang penulis beberapa buku ruang angkasa kepada surat kabar Guardian.
Mesin dijual ke ULA oleh RD Amross, perusahaan patungan antara perusahaan Rusia dan Amerika Energomash Teknologi Corp
Berbahan bakar cair RD-180 dirancang sebagai kendaraan peluncuran yang dibuang. Berarti hanya untuk sekali dan tidak bisa digunakan algi. Sejak diperkenalkan pada tahun 2000, para ahli mengatakan kinerja teknis dari RD-180 adalah yang terbaik. “Tidak ada mesin roket dalam negeri yang menggunakan cairan oksigen dan minyak propelan mendekati performa yang sama,” tulis Jeff Foust, editor dan penerbit The Space Review.

Membeli buatan Rusia RD-180 mesin dipandang sebagai ide yang baik pasca Perang Dingin, terutama ketika hubungan antara AS dan Rusia telah cair dan mengembangkan domestik RD-180-an akan berarti investasi yang signifikan dari Pemerintah AS. AS sebenarya bisa membeli lisensi untuk memproduksi versi domestik. Namun karena kurangnya investasi dari pemerintah dan industri tidak pernah melakukannya.
Sebuah studi Pentagon yang tidak dipublikasikan, yang ditulis oleh pensiunan Angkatan Udara Mayor Jenderal Mitch Mitchell Mei jika Atlas V digrounded maka akan menunda sebanyak 31 misi dengan biaya US $ 5 milyar. “Tindakan harus diambil dalam [tahun fiskal 2014] untuk mengurangi risikoini,” kata ringkasan laporan itu.
Pada bulan Juni, anggota parlemen AS menambahkan ketentuan dalam 2015 alokasi pertahanan tagihan yang akan mengalokasikan $ 220 juta untuk program pengganti RD-180. Namun Gedung Putih menolak karena terlalu prematur dan tidak mengurangi ketergantungan AS pada roket Rusia.
“Studi independen baru-baru ini menyimpulkan bahwa program seperti itu akan mengambil delapan tahun untuk bidang dan bisa menghabiskan biaya $ 1,5 miliar.Selain itu juga dibutuhkan $3 miliar untuk mengembangkan kendaraan peluncuran yang cocok,” kata pernyataan Gedung Putih.
Sebenarnya ada SpaceX, perusahaan swasta yang didirikan pada tahun 2002 ini bergerak di bidang luar angkasa dengan mengembangkan roket bahan bakar cair roket yang bisa mencapai orbit, Falcon 9 yang ditawarkan kepada Pentagon untuk mengganti roket Rusia. Karena jika nekat membeli dari Rusia sama saja Amerika menelan ludahnya sendiri karena telah memberi sanksi kepada negara tersebut.

Air Force Space Command, Jenderal William Shelton, baru-baru ini kepada wartawan mengatakan ia lebih suka jika AS mengembangkan mesin roket sendiri daripada membangun roket Rusia di bawah lisensi. “Masih akan ada ketergantungan pada sistem rekayasa Rusia dan keahlian materi pelajaran dan semua itu. Anda belum tentu memecahkan masalah,” kata Shelton wartawan.
Pada bulan Juni, ULA mengumumkan telah menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan AS untuk mempelajari konsep roket berbahan bakar cair-generasi berikutnya, tujuan akhir yang untuk menggantikan RD-180. Setiap perusahaan akan melakukan analisis kelayakan teknis dan mengidentifikasi risiko biaya dan teknis. Peluncuran pertama roket generasi berikutnya ditetapkan untuk 2019.
“Sementara RD-180 telah sukses luar biasa, kami percaya sekarang adalah waktu yang tepat untuk investasi Amerika dalam mesin domestik,” kata Michael Gass, presiden dan CEO ULA.
Sumber: airforce-technology