Ketika Prabowo Subianto bertamu ke rumah Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kraton Kilen Selasa 1 Juli 2014 petang ada hal yang terlihat kecil tetapi cukup istimewa. Raja Kraton Ngayogyakarta itu membuat hidangan khusus untuk Prabowo yakni Gudeg Manggar. Bagi yang tahu, makanan ini memiliki nilai filosofi tinggi. Juga kuliner khas Kraton yang tidak sembarangan dimasak. Biasanya hanya ketika ada peristiwa penting saja. Salah satunya ketika Sri Sultan menikahkan putra putrinya.
Apa itu gudeg manggar? Sebuah makanan yang mirip dengan gudeg biasa. Tetapi bahannya dari bunga kelapa, bukan dari nangka muda seperti umumnya gudeg. Sebenarnya makanan ini juga sudah banyak dijual di luar kraton. Tetapi sebenarnya bagi kraton sendiri makanan ini masuk dalam jajaran kuliner istimewa.
Gudeg ini juga memiliki sejarah panjang serta memiliki nilai filosofi tinggi. Gudeg ini muncul pertama kali pada awal Mataram Islam dibangun di Alas Mentaok oleh Panembahan Senopati. Pada saat putra Ki Ageng Pemanahan yang diangkat menjadi putra Sultan Hadiwijaya di Pajang itu mulai membuka hutan tersebut, di sisi selatan sudah ada bumi pardikan Mangiran dengan penguasanya Ki Ageng Mangir. Saat Panembahan Senapati datang yang berkuasa adalah Ki Ageng Mangir Wanabaya III.
Saat itu Bumi Pardikan Mangir tidak mau berada di bawah kekuasaan Mataram Islam dan tetap menegaskan sebagai daerah merdeka. Penolakan Mangir ini secara historis memang masuk akal karena Wanabaya berada dari garis keturunan Brawijaya V di Majapahit. Sementara Senopati berasal dari Demak. Dua kerajaan yang memang berposisi saling berhadap-hadapan.
Sejarah kemudian mencatat, Ki Ageng Mangir kemudian dibunuh oleh Panembahan Senopati dengan akal muslihat. Putrinya memikat Ki Ageng Mangir. Karena sebagai menantu harus menghadap mertua dan sungkem, maka pada saat sungkem itulah kepala Ki Ageng Mangir dibenturkan ke batu hitam hingga meninggal dunia. Makamnya kemudian dikubur di kompleks pemakaman Kotagede dengan separuh badan di luar pagar.
Kembali ke Gudeg Manggar. Makanan ini muncul sebagai bentuk pemberontakan Ki Ageng Mangir. Kraton Mataram pimpinan Senopati saat itu terbiasa dengan gudeg nangka. Maka Mangir Wanabaya kemudian membuat hal yang tidak sama dengan gudeg manggar tersebut. Itulah kenapa saat ini gudeg manggar banyak dijual di daerah Mangiran.
Secara kultural gudeg manggar kemudian dikaitkan dengan keteguhan Mangir Wanabaya dalam melawan hegemoni politik yang ada saat itu. Makanan itu juga simbol eksistensi kultural Mangir melawan serbuan kultural yang dibawa Mataram Islam. Ketiga, gudeg manggar sebagai produk budaya tandingan terhadap kekuasaan utama. Jika kemudian disimpulkan gudeg manggar adalah simbol keteguhan hati seseorang dalam membela keyakinannya dan melawan setiap upaya untuk mengganggu integritas sebuah wilayah.
Lalu kenapa Sultan memberi hidangan gudeg sakral itu ke Prabowo? Yang jelas Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sebuah tempat yang masih menjadi simbol budaya. Selalu ada makna di setiap sikapnya. Apakah sebuah harapan agar Prabowo tetap teguh dalam menegakkan nilai-nilai yang dia usung? Apakah Raja Mataram ini berharap dia diharapkan mewarisi keteguhan Mangir Wanabaya dalam mempertahankan nilai, kultur dan wilayah negerinya? Entahlah.
