Site icon

7 Juni 1981, Operasi Udara Paling Bersejarah Israel Hancurkan Nuklir Irak

IAF-F-16-Opera

33 tahun yang lalu, salah satu misi serangan jarak jauh yang paling terkenal dan berbahaya dalam sejarah Angkatan Udara Israel digelar.

Israel memutuskan untuk membeli F-16 lahir setelah Perang Yom Kippur. Salah satu evaluasi dari perang tersebut adalah bahwa Angkatan Perang negara Yahudi itu membutuhkan pesawat multirole baru yang lebih canggih, relatif murah untuk melengkapi F-15 milik mereka.

Negosiasi dengan AS untuk mendapatkan F-16 dimulai tahun 1975. Setelah tertunda beberapa tahun karena adanya ketegangan di Timur Tengah, pembelian Fighting Falcon akhirnya bisa selesai pada 1979 sebagai hasil dari perjanjian damai Camp David antara Israel dan Mesir.
F-16 pertama dikirim ke IAF pada tahun 1980 dan pada tahun berikutnya, meski belum semua selesai diserahkan pesawat-pesawat tersebut sudah diikutkan dalam sebuah operasi yang paling terkenal dalam sejarah Angkatan Udara negara tersebut, Yakni Operasi Opera.

Operasi ini bertujuan untuk menghancurkan pembangkit nuklir Irak yang dikenal dengan Osirak atau juga disebut dengan disebut Tamuz 1, di Al Tuwaitha, Berada di 12 km sebelah tenggara Baghdad.
Seperti yang dijelaskan oleh Bill Norton dalam bukunya Air War on the Edge, A History of the Israel Air Force and its aircraft since 1947. Israel Air Force (IAF) melakukan serangan menyusul pernyataan permusuhan Saddam Hussein. Israel takut sebuah fasilitas yang dibangun bersama Prancis di negara tersebut sebagai sebuah pusat produksi nuklir.

IAF mulai menggelar latihan dan simulasi yang dilakukan di Negev dengan menggunakan sebuah bangunan yang diibaratkan sebagai instalasi nuklir Irak. Simulasi pertempuran dilakukan pada Agustus dan September 1980.

Setelah misi pelatihan selesai IAF mulai menetapkan tanggal. Dari empat tanggal yang dipilih tiga di antaranya batal. Operasi semula akan digelar pada Minggu 10 Mei 1981. Pilot sudah naik ke pesawat tetapi dibatalkan karean khawatir beberapa karyawan Prancis masih berada di pabrik di Irak.

Akhirnya pada 7 Juni 1981 jam 15.55 waktu setempat Operasi Opera diluncurkan. Delapan F-16, dari Skadron 117 dan 110 yang berbasis di Ramat David lepas landas dari Etzion dikawal oleh enam F-15 sementara E-2C Hawkeye ditugasi sebagai kontrol peringatan diri. Beberapa CH-53 yang bertugas sebagai pasukan evakuasi juga dikerahkan di dekat perbatasan.

F-16 ini dipersenjatai dengan dua 2000 Mk. 84, dua AIM-9J Sidewinder, dua 370 gal. Mereka juga membawa tangki eksternal di bawah sayap dan satu tangki 300 di bawah perut pesawat.
Seperti diceritakan oleh Norton, jet Israel terbang lebih dari 600 mil di langit tiga negara yang sebenarnya menjadi musuh mereka yakni Arab, Jordan dan Irak sendiri. Ketika berangkat mereka melintasi langit bagian utara Arab Saudi. Untuk menghindari radar, F-16 terbang rendah antara 150 dan 300 kaki.

Pada 17.35 dengan matahari di belakang mereka akan menyulitkan setiap upaya mencegat. Pesawat tiba di atas target. Sebelum melepaskan bom mereka F-16 menyalakan afterburner di jarak sekitar 12,5 kilometer dari pembangkit nuklir dan naik ke ketinggian 8.000 ft dan kemudian meluncur ke bawah dengan kecepatan 600 knots serta melepaskan Mk 84S ketika berada di ketinggian 3.500 kaki.

Senjata-senjata dilepaskan pada target dengan dua gelombang masing-masing oleh empat Falcons. Beberapa misil meleset tetapi misil lain dapat menghancurkan target.

Para penyerang tetap di situs reaktor selama kurang dari dua menit. Tidak ada perlawanan berarti kecuali dari sebuah senjata AAA yang tidak efisien dan beberapa SAM juga sempat diluncurkan Irak tetapi semua meleset.

Saat perjalanan pulang, para Fighting Falcon naik ke 40.000 kaki untuk menghemat bahan bakar dan terbang di atas Jordan. Namun Jordan tidak melakukan tindakan apapun.

Satu F-15 dan satu F-16 dialihkan dari rute yang direncanakan untuk mempersulit setiap upaya mencegat. Sementara semua pesawat mendarat di Etzion setelah 3 jam dari misi. Tidak ada pesawat rusak.
 

Exit mobile version